Tésis.
Yusni Tria Yunda [📝📚 ].
Nomer Ijazah 》 |
Tujuan Khusus 》
Acuan 》
|
1. Historical Accountable Laws Approach, adalah Usaha Primér berupa instruksional: 'Melakukan Pengujian Terhadap Hukum Akuntabilitas Sejarah'.
2. Usaha Sékundér yang dijadikan sasaran Usaha Sékundér pada Poin Ke-1 tersebut, adalah: (+for) Management System of Education, yang berarti: Untuk Pendidikan Sistem Manajemén.
3. Historical Accountable Laws Approach for Management System of Education, dengan demikian mengutuhkan pengertian tunggalisasi bahwa, pemahaman Tésis ini adalah: 'Untuk Perancangan Pendidikan Sistem Manajemén yang Menggunakan Pendekatan Atas Pengujian Terhadap Hukum Akuntabilitas Sejarah'.
Rasio - rasio gramasi téks_"style" yang penulis lakukan, adalah bertérminologikan akar - akarnya ke pada;
1. Proporsi Ke-1: m=1》Manajemén Informasi Sejarah, dalam Pendidikan Sejarah sebagai Informasi Sejarah, atau:
Sejarah sebagai Sejarah, berupa Pengukuran Kuantitatif Peristiwa - Peristiwa Sejarah, yangmana dalam pengetauan penulis saat ini pengukuran - pengukuran kualitatif dimungkinkan telah dapat dan banyak dilakukan percontohannya, sedangkan bagi kualiti_tatifnya ada peluang diisikan, dalam arti: mempromosikan kualitas ("selling points") dari Disiplin Ilmu Lainnya, yang dapat membantu Disiplin Ilmu Pendidikan Sejarah secara Inter_Disiplinér [dalam hal ini adalah Pendidikan Akuntansi] guna membentuk Pakét instrumén pembelajaran agar dapat mengukur kualitas atas suatu peristiwa sejarah berdasarkan pemberian Nilai - Nilainya secara nyata ["measurable"] yang bukan hanya kualitatif.
Bagi Poin ini, penulis memberikan targét telitian hingga 1/3 [sebagai séting bagi konsép 'robbiy' ( الربى ), yang sepantasnya mengatur keberlangsungan kaderisasi méntalitas Pendidikan Sejarah pada Masa Kini dan Masa Mendatang] atau setara dengan 33,33%.
2. Proporsi ke-2: Sejarah Sebagai Hukum, bukan kuantitatif, melainkan kualitatis sebagai tolok ukur Produk - Produk Hukum sebelum produk - produk tersebut dilakukan secara nyata dalam tindakan obsérvasi - obsérvasi pada kasus - kasus baru, sehingga hasil kuantitatifnya belum dapat dibandingkan, hanya kualitatifnya saja.
Secara kontékstual dalam Suroot an_Naas ( انناس )☆, komposisi Malik, juga setara dengan Robbiy, ya, ini: 33,33%, sehingga gabungan keduanya adalah 2/3 atau setara dengan 66,66%.
3. Poin Ke-2, dan Ke-3, dalam perencanaan tésis ini, adalah diperlakukan sebagai indéks "approach" atau pendekatan yang penulis lakukan guna melakukan pengujian terhadap Téori Terdahulu atas Variabel Tetap yang penulis gunakan, yang berupa: 'Sistem Pendidikan Manajemén'.
Proporsi bagi Poin Ke-3 ini, belum penulis tetapkan, namun dapat segera diketaui sebelum dibandingkan dengan hasil mark_up proporsi yang dapat diterima Laba_Kotor_nya melalui pengujian kasus per_kasus atas Poin Ke-1 [ Pendidikan Sejarah sebagai Informasi Sejarah☆☆], supaya dapat dibersihkan melalui "decreasing" terhadap penyulingan Pos HPP, pleus Pos Biaya - Biaya, terutama Pos Biaya Susut [Shrink Cost Post], dan Pos Biaya Operasional [Operational Cost].
☆ Pengertian Robbun (istilah ini tersurat dalam Suroh an_Naas, dengan bentuk kara kata: 'Robbinnaas' (Tuhan(nya) manusia), yaitu: pengatur.
Apabila diterapkan ke dalam suatu peryataan tertulis, memerlukan seperangkat kesepakatan mengenai cara memahaminya (membaca tulisan tersebut), selain juga kesepakatan mengenai cara menuliskannya. Jadi, aturan - aturan penulisan, ta lain hanyalah suatu hasil kesepakatan dari sekumpulan pengguna.
Sekumpulan kesepakatan yang telah disepakati menjadi aturan - aturan, apabila belum disistematiskan (aturan - aturan yang di_manage dan disetujui pengaturan terhadap aturan - aturan itu olèh pengatur yang berwenang), menjadi peraturan tanpa ikatan keharusan, dan apabila tersistematisasikan, barulah berstatus menjadi sistematika.
Tanpa adanya kesepakatan, maka cara - cara yang dilakukan olèh masing - masing pihak menjadi ta beraturan, dan pembaca cenderung akan mempunyai pemaknaan yang berlainan maksud dengan pihak yang menuliskan, apalagi dengan sesama pembaca. Ini kalau dituliskan, apalagi kalau ta dituliskan.
Maka, zaman ketika manusia telah_lagi mengenal dan menggunakan tulisan, adalah penting. Tulisanlah yang kemudian disepakati sebagai penanda dimulainya zaman sejarah, mengakhiri zaman pra_sejarah.
Perlukah kita pertanyakan: apakah Islam pada zaman Nabi Muhammad adalah telah_lagi memasuki zaman sejarah, olèh sebab al_Qur`an dituliskan dan disusun pada zaman setelah Rosululloh wafat, bukan pada masa beliau masih hidup di antara merèka?.
Pendapat penulis: pra_sejarah disejarahkan keberadaannya olèh zaman sejarah, sehingga merupakan bagian pula dari suatu sejarah. Dan dengan demikian: zaman sebelum diketauinya suatu sejarah tertulis, belum tentu diartikan sebagai zaman pra_sejarah.
Contoh mengenai fènomèna ini adalah al_Baqoroh ayat ke-281 - 283, mengenai jual beli secara tida kontan. Salahsatu petunjuk dalam ayat - ayat ini adalah mengenai perlunya melakukan penulisan (pencatatan) terhadap transaksi - transaksi yang berlangsung secara tida kontan tersebut.
Maka, timbul beberapa tanya, sehubungan logika ini kini.
Ke-1.
Berdasarkan himbauan yang terdapat dalam ayat - ayat al_Baqoroh ini, yakinkah kita, bahwa: Rosululloh Muhammad adalah laki - laki yang tuna_aksara, namun menghimbau kepada ummatnya sesuatu yang beliau sendiri tida atau belum melakukannya (menulis, mencatat)?.
Ke-2.
Bukankah beliau juga seorang pedagang, yang mana tentunya beliau terbiasa bertransaksi, yang dimungkinkan bahwa sebagian ataupun semua rèkan bisnisnya telah_lagi memahami baca_tulis?.
Apabila asumsi ke-2 ini dibantah, apakah itu berarti bahwa al_Qur`an pada ayat - ayat tersebut adalah salah sasaran? (Rosululloh mendakwahkan al_Qur`an yang diterimanya dalam bentuk qolam itu kepada siapa, serta agar dilaksanakan olèh siapa?. Tentulah bagi ummat manusia, dan yang terdekat adalah para shohabatnya).
Penulisan sejarah menjadi suatu madli (seperti grammar past tense) dari suatu peristiwa sejarah, namun dilakukannya penulisan tersebut tentunya setelah peristiwa masa lalu tersebut berlangsung. Sebab, 1 detik tadi yang telah berlalupun, telah menjadi sejarah pada detik ini, meskipun belum dituliskan, dan akan dituliskannya detik kini.
Kesepakatan mengenai keteraturan dalam menandai waktu, dengan demikian menjadi penting. Sistematisasi terhadap dimènsi waktu, adalah ciri khas dari besaran masa (Suroh al_Ashr).
Apa yang disistematiskan dalam Suroh al_Ashr, adalah semacam tahapan - tahapan yang menghindarkan manusia dari kerugian, yaitu: agar menjadi orang beriman (aamanu), berbuat shoolih, saling mengabarkan kebenaran, serta agar saling mewasiati keshobaran.
Penulis berpendapat, bahwa: 4 poin dalam al_Ashr inilah sebagai sistematika isi ayat, yang perlu diatur dalam usaha manusia mendekatkan diri kepada Alloh. Pengaturan susunan tahapan urutan rèdaksional makna dari suroh itu demikian. Artinya: Alloh sebagai Robbun (pengatur), telah mengatur urutan tahapan - tahapan tadi.
Sekumpulan kesepakatan yang telah disepakati menjadi aturan - aturan, apabila belum disistematiskan (aturan - aturan yang di_manage dan disetujui pengaturan terhadap aturan - aturan itu olèh pengatur yang berwenang), menjadi peraturan tanpa ikatan keharusan, dan apabila tersistematisasikan, barulah berstatus menjadi sistematika.
Tanpa adanya kesepakatan, maka cara - cara yang dilakukan olèh masing - masing pihak menjadi ta beraturan, dan pembaca cenderung akan mempunyai pemaknaan yang berlainan maksud dengan pihak yang menuliskan, apalagi dengan sesama pembaca. Ini kalau dituliskan, apalagi kalau ta dituliskan.
Maka, zaman ketika manusia telah_lagi mengenal dan menggunakan tulisan, adalah penting. Tulisanlah yang kemudian disepakati sebagai penanda dimulainya zaman sejarah, mengakhiri zaman pra_sejarah.
Perlukah kita pertanyakan: apakah Islam pada zaman Nabi Muhammad adalah telah_lagi memasuki zaman sejarah, olèh sebab al_Qur`an dituliskan dan disusun pada zaman setelah Rosululloh wafat, bukan pada masa beliau masih hidup di antara merèka?.
Pendapat penulis: pra_sejarah disejarahkan keberadaannya olèh zaman sejarah, sehingga merupakan bagian pula dari suatu sejarah. Dan dengan demikian: zaman sebelum diketauinya suatu sejarah tertulis, belum tentu diartikan sebagai zaman pra_sejarah.
Contoh mengenai fènomèna ini adalah al_Baqoroh ayat ke-281 - 283, mengenai jual beli secara tida kontan. Salahsatu petunjuk dalam ayat - ayat ini adalah mengenai perlunya melakukan penulisan (pencatatan) terhadap transaksi - transaksi yang berlangsung secara tida kontan tersebut.
Maka, timbul beberapa tanya, sehubungan logika ini kini.
Ke-1.
Berdasarkan himbauan yang terdapat dalam ayat - ayat al_Baqoroh ini, yakinkah kita, bahwa: Rosululloh Muhammad adalah laki - laki yang tuna_aksara, namun menghimbau kepada ummatnya sesuatu yang beliau sendiri tida atau belum melakukannya (menulis, mencatat)?.
Ke-2.
Bukankah beliau juga seorang pedagang, yang mana tentunya beliau terbiasa bertransaksi, yang dimungkinkan bahwa sebagian ataupun semua rèkan bisnisnya telah_lagi memahami baca_tulis?.
Apabila asumsi ke-2 ini dibantah, apakah itu berarti bahwa al_Qur`an pada ayat - ayat tersebut adalah salah sasaran? (Rosululloh mendakwahkan al_Qur`an yang diterimanya dalam bentuk qolam itu kepada siapa, serta agar dilaksanakan olèh siapa?. Tentulah bagi ummat manusia, dan yang terdekat adalah para shohabatnya).
Penulisan sejarah menjadi suatu madli (seperti grammar past tense) dari suatu peristiwa sejarah, namun dilakukannya penulisan tersebut tentunya setelah peristiwa masa lalu tersebut berlangsung. Sebab, 1 detik tadi yang telah berlalupun, telah menjadi sejarah pada detik ini, meskipun belum dituliskan, dan akan dituliskannya detik kini.
Kesepakatan mengenai keteraturan dalam menandai waktu, dengan demikian menjadi penting. Sistematisasi terhadap dimènsi waktu, adalah ciri khas dari besaran masa (Suroh al_Ashr).
Apa yang disistematiskan dalam Suroh al_Ashr, adalah semacam tahapan - tahapan yang menghindarkan manusia dari kerugian, yaitu: agar menjadi orang beriman (aamanu), berbuat shoolih, saling mengabarkan kebenaran, serta agar saling mewasiati keshobaran.
Penulis berpendapat, bahwa: 4 poin dalam al_Ashr inilah sebagai sistematika isi ayat, yang perlu diatur dalam usaha manusia mendekatkan diri kepada Alloh. Pengaturan susunan tahapan urutan rèdaksional makna dari suroh itu demikian. Artinya: Alloh sebagai Robbun (pengatur), telah mengatur urutan tahapan - tahapan tadi.
Adapun sebagai sistematika penulisan dan penyusunan al_Qur`an secara tertulis, adalah tida ditentukan secara terikat sebagai suatu keharusan.
☆☆Sejarah sebagai Pendidikan Sejarah.
Penulis harapkan guna mempunyai 80% peranan isi sebagai Pos Laba_Kotor yang diharapkan maksimal nilainya, setelah dikurangi Pos - Pos Biaya - Biaya, berasosiasi seperti: perumpamaan - perumpamaan multi_tafsir [Sejarah sebagai Sastra], yang dikhawatirkan sering membuat gagal Para Pembaca Sejarah dalam menafsirkan Historiografi, yangmana kegagalan upaya mencerna ésénsi nyata dari satu historiografi oléh Para Pembaca, menyebabkan selama ini Pendidikan Sejarah sering 'mengalah', dalam arti: memberikan jatah terbanyak bagi Kualitatif selain Kualiti_tatif, tentunya.
Pilihan Ikatan - Ikatan 'unshoorun':
1. Mengenai Kesesuaian Isi Rancangan Tésis ini, dengan arahan Poin Ke-2 dalam InterDisiplinér, MultiDisiplinér, dan Trans_Disiplinér,
di Program Studi Pendidikan Sejarah, lihat "button" 》
2. Pemahaman Dasar Penulis mengenai Manajemén, lihat "button"》.
3. Mengenai Struktur Hutang Kumulatif dalam "Termijn" Semésteran Rancangan Tésis ini》
4. Lihat/Kembali Ke:
di Program Studi Pendidikan Sejarah, lihat "button" 》
2. Pemahaman Dasar Penulis mengenai Manajemén, lihat "button"》.
3. Mengenai Struktur Hutang Kumulatif dalam "Termijn" Semésteran Rancangan Tésis ini》
4. Lihat/Kembali Ke:
Comments
Post a Comment